Minggu, 24 Februari 2008

Maaf untuk Pak Harto

Pada waktu Pak Harto meninggal dunia beberapa minggu kemarin muncul fenomena yang barangkali baru terjadi pertama kalinya di Indonesia. Banyak orang beramai-ramai melontarkan pernyataan untuk memberikan maaf mantan Presiden RI kedua itu. Dari petani, bisnisman, politisi, sampai mahasiswa. Mereka berkata bahwa kemajuan yang disumbangkan oleh Pak Harto sangatlah besar. Indonesia mengalami kemajuan ekonomi yang sangat pesat, dan lain sebagainya. Apakah ini adalah hal yang baik? Tentu. Memberi maaf adalah perbuatan yang sangat mulia, malah pelakunya bisa mendapat keringanan hukuman juga di hari akherat nanti. Tapi, tunggu dulu.

Agaknya yang pertama kali mendorong fenomena ini terjadi adalah ”dimaafkannya” atau dicabutnya dari tuntutan hukum atas kasus tindak pidana yang dilakukan mantan penguasa orde baru itu. Lalu disusul dengan dilontarkannya ide yang hampir serupa terhadap tindak perdata yang dilakukan oleh beliau. Jika kedua kasus tersebut benar-benar ditutup dan selesai begitu saja lalu seluruh rakyat Indonesia memaafkan kesalahan Pak Harto, saya hanya bisa membayangkan bahwa Pak Harto sepertinya adalah satu-satunya orang yang memperoleh mimpi jadi kenyataan dari yang sering diangan-angankan, yaitu ”waktu muda bahagia, tua kaya raya, mati masuk surga”.

Saya tak habis pikir bagaimana bisa kebanyakan orang memaafkan Pak Harto? Sedangkan dahulu beliau dikenal sebagai seorang penguasa rezim yang benar-benar mengekang segala macam aspek kebebasan. Mulai dari kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan etnis lain dan lain sebagainya. Kalau kita cermati di sini memang terdapat hal yang aneh. Memberi maaf sebenarnya adalah hak dari orang yang dahulu disalahi - atau korban - oleh orang yang bersalah tersebut. Tetapi saat ini semua orang termasuk yang bukan korban bahkan orang yang tidak tahu menahu pun ikut melontarkan kata maaf. Ada pula yang berkata, ”Apapun kesalahan Pak Harto marilah kita memaafkan toh waktu beliau berkuasa dulu kita masih bisa membangun dan anak-anak kita bisa menuntut pendidikan”. Jika kita mau jujur sebenarnya dalam hal ini mudah dan susahnya memberikan maaf adalah tergantung dari perasaan dan status kita apakah kita termasuk korban ataukah bukan. Orang lebih mudah melontarkan kata maaf jika ia termasuk kelompok yang sama sekali tidak pernah merasa dirugikan, atau malah pernah mendapatkan bantuan atau sumbangan dari yayasan Pak Harto. Apalagi kroni-kroni beliau yang sampai saat ini masih duduk di bangku pemerintahan. Bagi mereka memberikan kata maaf adalah hal yang sangat gampang.

Kejahatan yang dilakukan oleh Pak Harto bukan hanya korupsi pada era sekarang ini. Tetapi juga pada masa lampau berupa pembunuhan terhadap beratus-ribu orang yang dianggap sebagai anggota PKI. Sebenarnya bukan hanya itu saja, orang yang masuk ke dalam organisasi simpatisan atau organisasi yang bersimpati terhadap partai komunis pun ikut juga mendapatkan nasib yang kurang baik. Mereka dimasukkan ke dalam sel tahanan bertahun-tahun tanpa pernah diajukan dan diproses di pengadilan. Ini sebenarnya belum seberapa dibandingkan dengan orang-orang PKI yang begitu ketemu, langsung dibunuh. Tanpa terlebih dahulu ditanyai atau diselidiki. Padahal banyak juga dari mereka yang tidak tahu menahu tentang peristiwa akhir september itu. Alangkah tragis nasib mereka, berada di tengah-tengah kekuasaan negaranya sendiri tetapi tidak mendapatkan keadilan barang sedikitpun. Beruntung beberapa orang dari mereka yang masih selamat saat ini masih bisa terus bersuara untuk menuntut keadilan. Mereka saat ini tergabung dalam organisasi antara lain LPKP 1965/1966, LPR KROB, dan Pakorba.

Sebagai generasi muda apakah kita hanya bisa diam atau menutup mata terhadap hal ini? Mengangkat Pak Harto jadi pahlawan dan melupakan penderitaan tragis yang dialami oleh banyak orang ketika itu? Jika kita hanya bisa menutup mata maka barangkali inilah yang sebenarnya dikehendaki oleh orde baru. Masih ingatkah kita tentang film yang terus kita tonton dan menjadi makanan kita setiap tahun? Film yang yang menggambarkan kekejian PKI, bukan hanya terhadap pembunuhan para jenderal, tetapi juga kekejaman PKI yang lain seperti pembunuhan sadis yang dilakukan secara bersama-sama, penembakan masjid-masjid, menginjak-injak kitab suci dan lain sebagainya. Pernahkah kita bertanya apakah hal-hal semacam ini benar-benar terjadi ataukah hanya rekayasa yang dibuat oleh orde baru? Dan bukankah melalui film-film semacam ini juga kebencian kita terhadap PKI berasal? Marilah kita mulai bertanya untuk memperoleh kebenaran sejarah yang sesungguhnya karena kita tahu bahwa sejarah memang bisa dibuat. Janganlah kebencian kita terhadap PKI yang kita lihat hanya melalui film-film itu membuat kita menganggap bahwa pembunuhan yang dilakukan di bawah komando Pak Harto dahulu adalah hal yang sah untuk dilakukan. Katakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Keadilan harus kita tegakkan meski dengan bersusah payah.

Menutup tulisan saya ini, saya sangat setuju jika memberikan maaf adalah hak dari masing-masing orang. Hak dari orang yang pernah merasa dirugikan dan bukan hak dari orang yang sama sekali bukanlah korban. Menganjurkan orang lain untuk memberikan maaf hendaknya diawali terlebih dahulu dengan berusaha untuk memahami perasaan, penderitaan, duka yang dialami oleh para korban tersebut. Dan ini adalah bukan hal yang gampang. Benar?