Terang bersinar kulit putihmu
Hitam dan panjang urai rambutmu
Harum semerbak wangi parfummu
...
Hii... takuuutt...
Hantuuuuuu.......
Fin's Blog
"Jika ide lama yang telah ada membuat pemahaman kita terperangkap tidak bisa maju, boleh jadi satu kata perlu sebuah definisi kembali."
Sabtu, 31 Mei 2008
Puisi Humor
Aku selalu setia menemani tiap langkahmu
Aku selalu teguh menopang berat tubuhmu
Aku selalu tabah kalau kau tak memerlukanku
Tak peduli kuterbuang, terbalik, atau terjepit kaki lemari
Karena aku adalah sandalmu sejati
Aku selalu teguh menopang berat tubuhmu
Aku selalu tabah kalau kau tak memerlukanku
Tak peduli kuterbuang, terbalik, atau terjepit kaki lemari
Karena aku adalah sandalmu sejati
Minggu, 20 April 2008
Bagi-Bagi Ilmu
Jika kita bertanya kepada orang yang beragama apa saja yang merupakan titipan Tuhan kepada kita. Jawabannya barangkali bisa bermacam-macam. Ada yang menjawab mobil, rumah, motor,dan lain lain. Ada juga yang menjawab anak, istri, dan lain sebagainya. Apakah hanya itu saja? Sebenarnya ada satu lagi titipan yang juga merupakan amanat yang diberikan oleh Tuhan kepada kita. Apakah itu? Yaitu ilmu. Tepatnya adalah ilmu yang bermanfaat.
Memandang semua hal yang kita miliki adalah titipan dari Tuhan dapat membuat hidup kita terasa lebih ringan dan lebih bertanggung jawab. Orang yang memiliki harta tidak akan terlalu cinta mati terhadap hartanya. Orang yang memiliki anak akan berusaha untuk selalu memelihara dan mendidik anaknya dengan baik. Orang yang memiliki pemasukan besar setiap bulan akan rela untuk setiap saat menyisihkan sebagian dari pendapatannya tersebut untuk orang lain, dan lain sebagainya. Jika harta adalah titipan Tuhan dimana setiap orang yang memilikinya punya tanggung jawab moral untuk menyisihkannya sebagian, maka sebenarnya ilmu juga demikian. Ilmu adalah amanat yang setiap saat harus rela untuk kita bagi-bagi.
Suka berbagi ilmu ternyata mempunyai banyak manfaat. Yang pertama akan menjadikan kita lebih pintar karena menjelaskan sesuatu itu lebih sulit daripada belajar. Jika belajar diibaratkan membuat bangunan yang sebelumnya sudah ada denahnya. Maka menjelaskan sesuatu adalah seperti membuat bangunan itu dari awal dengan rancangan dan denah yang kita buat sendiri.
Manfaat kedua yang tak kalah menariknya adalah sebuah perasaan yang tak tergambarkan akan muncul di benak jika orang yang kita beri ilmu bisa sukses melewati ujian yang ia hadapi. Baik ujian sekolah, ujian kuliah, maupun ujian hidup :D. Berbagi ilmu juga merupakan sebuah investasi amal karena ilmu yang benar-benar diterapkan akan membuat kita memperoleh banyak pahala.
Seperti layaknya pemain sepak bola dari berbagai penjuru dunia, tiap-tiap orang pasti mempunyai gaya mengajar yang berbeda-beda. Ada yang serius terus, ada yang diselingi dengan canda, ada yang mengajarnya seperti guru tk, ada yang mengajarnya seperti dosen kuliahan atau masih banyak lagi yang lain.
Di sini saya ingin berbagi cara yang sering saya gunakan dalam berbagi ilmu. Karena saya rasa cara ini seringkali berhasil dan membuat orang jadi lebih mudah paham. Barangkali cara ini juga sudah dipakai oleh banyak orang sebelumnya, hanya saya saja yang tidak tahu.
Yang pertama berkaitan dengan cara memandang ilmu atau cara memodelkan ilmu itu sendiri. Untuk lebih mudah memahami suatu pelajaran, saya sering mengumpamakan ilmu sebagai sebuah bangunan lengkap dengan pondasinya. Bangunan utama adalah ilmu yang ingin kita pelajari, sedangkan pondasinya adalah ilmu dasar yang dibutuhkan untuk mempelajari ilmu utama tadi. Cara ini terbukti memudahkan saya sendiri dalam belajar maupun juga dalam mencari letak ketidak pahaman orang yang saya ajari. Seperti pada bangunan yang sebenarnya, jika ilmu utama susah sekali dibangun, maka pasti ada ilmu pondasi lain yang belum benar-benar dikuasai. Sehingga dalam hal ini mengokohkan bangunan pondasi menjadi lebih penting sebelum lebih lanjut mendirikan bangunan utama. Tetapi juga harap diingat bahwa pondasi ini terkadang juga dibangun di atas pondasi yang lain lagi. Di sinilah kejelian kita dibutuhkan untuk melihat bagaimana sebenarnya ilmu itu saling berketergantungan.
Yang kedua adalah anggapan yang sering saya gunakan untuk diri saya sendiri, yaitu saya sering menganggap diri sebagai orang yang paling bodoh. Harapannya adalah bisa berpikir dengan cara yang paling gampang agar semua orang yang berkemampuan tinggi maupun yang rendah dapat menerima logika yang saya pakai. Tetapi seperti samurai bermata dua, cara ini terkadang membuat saya seperti orang yang benar-benar bodoh atau malah kelihatan persis guru tk :D.
Yang ketiga saya yakin semua orang pasti sudah banyak yang tahu. Agar sesuatu lebih mudah untuk dipahami inilah senjata terakhir yang sering sekali digunakan. Yaitu perumpamaan. Cara ini memang sederhana, tetapi jika tepat menggunakannya, bisa menjadikan segala sesuatu yang imajinatif menjadi nyata. Mengapa cara ini seringkali berhasil? Karena salah satu metode berpikir manusia adalah dengan perbandingan. Lebih mudah untuk mengenal suatu hal yang asing dengan membandingkannya dengan sesuatu yang sudah dikenal. Tetapi kita harus tetap berhati-hati karena perumpamaan bisa saja salah. Perumpaman yang asal malah akan membuat kita menjadi bingung sendiri atau salah kaprah memahami yang sebenarnya.
Barangkali Anda punya cara lain yang dapat Anda terapkan dalam berbagi ilmu?
Memandang semua hal yang kita miliki adalah titipan dari Tuhan dapat membuat hidup kita terasa lebih ringan dan lebih bertanggung jawab. Orang yang memiliki harta tidak akan terlalu cinta mati terhadap hartanya. Orang yang memiliki anak akan berusaha untuk selalu memelihara dan mendidik anaknya dengan baik. Orang yang memiliki pemasukan besar setiap bulan akan rela untuk setiap saat menyisihkan sebagian dari pendapatannya tersebut untuk orang lain, dan lain sebagainya. Jika harta adalah titipan Tuhan dimana setiap orang yang memilikinya punya tanggung jawab moral untuk menyisihkannya sebagian, maka sebenarnya ilmu juga demikian. Ilmu adalah amanat yang setiap saat harus rela untuk kita bagi-bagi.
Suka berbagi ilmu ternyata mempunyai banyak manfaat. Yang pertama akan menjadikan kita lebih pintar karena menjelaskan sesuatu itu lebih sulit daripada belajar. Jika belajar diibaratkan membuat bangunan yang sebelumnya sudah ada denahnya. Maka menjelaskan sesuatu adalah seperti membuat bangunan itu dari awal dengan rancangan dan denah yang kita buat sendiri.
Manfaat kedua yang tak kalah menariknya adalah sebuah perasaan yang tak tergambarkan akan muncul di benak jika orang yang kita beri ilmu bisa sukses melewati ujian yang ia hadapi. Baik ujian sekolah, ujian kuliah, maupun ujian hidup :D. Berbagi ilmu juga merupakan sebuah investasi amal karena ilmu yang benar-benar diterapkan akan membuat kita memperoleh banyak pahala.
Seperti layaknya pemain sepak bola dari berbagai penjuru dunia, tiap-tiap orang pasti mempunyai gaya mengajar yang berbeda-beda. Ada yang serius terus, ada yang diselingi dengan canda, ada yang mengajarnya seperti guru tk, ada yang mengajarnya seperti dosen kuliahan atau masih banyak lagi yang lain.
Di sini saya ingin berbagi cara yang sering saya gunakan dalam berbagi ilmu. Karena saya rasa cara ini seringkali berhasil dan membuat orang jadi lebih mudah paham. Barangkali cara ini juga sudah dipakai oleh banyak orang sebelumnya, hanya saya saja yang tidak tahu.
Yang pertama berkaitan dengan cara memandang ilmu atau cara memodelkan ilmu itu sendiri. Untuk lebih mudah memahami suatu pelajaran, saya sering mengumpamakan ilmu sebagai sebuah bangunan lengkap dengan pondasinya. Bangunan utama adalah ilmu yang ingin kita pelajari, sedangkan pondasinya adalah ilmu dasar yang dibutuhkan untuk mempelajari ilmu utama tadi. Cara ini terbukti memudahkan saya sendiri dalam belajar maupun juga dalam mencari letak ketidak pahaman orang yang saya ajari. Seperti pada bangunan yang sebenarnya, jika ilmu utama susah sekali dibangun, maka pasti ada ilmu pondasi lain yang belum benar-benar dikuasai. Sehingga dalam hal ini mengokohkan bangunan pondasi menjadi lebih penting sebelum lebih lanjut mendirikan bangunan utama. Tetapi juga harap diingat bahwa pondasi ini terkadang juga dibangun di atas pondasi yang lain lagi. Di sinilah kejelian kita dibutuhkan untuk melihat bagaimana sebenarnya ilmu itu saling berketergantungan.
Yang kedua adalah anggapan yang sering saya gunakan untuk diri saya sendiri, yaitu saya sering menganggap diri sebagai orang yang paling bodoh. Harapannya adalah bisa berpikir dengan cara yang paling gampang agar semua orang yang berkemampuan tinggi maupun yang rendah dapat menerima logika yang saya pakai. Tetapi seperti samurai bermata dua, cara ini terkadang membuat saya seperti orang yang benar-benar bodoh atau malah kelihatan persis guru tk :D.
Yang ketiga saya yakin semua orang pasti sudah banyak yang tahu. Agar sesuatu lebih mudah untuk dipahami inilah senjata terakhir yang sering sekali digunakan. Yaitu perumpamaan. Cara ini memang sederhana, tetapi jika tepat menggunakannya, bisa menjadikan segala sesuatu yang imajinatif menjadi nyata. Mengapa cara ini seringkali berhasil? Karena salah satu metode berpikir manusia adalah dengan perbandingan. Lebih mudah untuk mengenal suatu hal yang asing dengan membandingkannya dengan sesuatu yang sudah dikenal. Tetapi kita harus tetap berhati-hati karena perumpamaan bisa saja salah. Perumpaman yang asal malah akan membuat kita menjadi bingung sendiri atau salah kaprah memahami yang sebenarnya.
Barangkali Anda punya cara lain yang dapat Anda terapkan dalam berbagi ilmu?
Minggu, 24 Februari 2008
Maaf untuk Pak Harto
Pada waktu Pak Harto meninggal dunia beberapa minggu kemarin muncul fenomena yang barangkali baru terjadi pertama kalinya di Indonesia. Banyak orang beramai-ramai melontarkan pernyataan untuk memberikan maaf mantan Presiden RI kedua itu. Dari petani, bisnisman, politisi, sampai mahasiswa. Mereka berkata bahwa kemajuan yang disumbangkan oleh Pak Harto sangatlah besar. Indonesia mengalami kemajuan ekonomi yang sangat pesat, dan lain sebagainya. Apakah ini adalah hal yang baik? Tentu. Memberi maaf adalah perbuatan yang sangat mulia, malah pelakunya bisa mendapat keringanan hukuman juga di hari akherat nanti. Tapi, tunggu dulu.
Agaknya yang pertama kali mendorong fenomena ini terjadi adalah ”dimaafkannya” atau dicabutnya dari tuntutan hukum atas kasus tindak pidana yang dilakukan mantan penguasa orde baru itu. Lalu disusul dengan dilontarkannya ide yang hampir serupa terhadap tindak perdata yang dilakukan oleh beliau. Jika kedua kasus tersebut benar-benar ditutup dan selesai begitu saja lalu seluruh rakyat Indonesia memaafkan kesalahan Pak Harto, saya hanya bisa membayangkan bahwa Pak Harto sepertinya adalah satu-satunya orang yang memperoleh mimpi jadi kenyataan dari yang sering diangan-angankan, yaitu ”waktu muda bahagia, tua kaya raya, mati masuk surga”.
Saya tak habis pikir bagaimana bisa kebanyakan orang memaafkan Pak Harto? Sedangkan dahulu beliau dikenal sebagai seorang penguasa rezim yang benar-benar mengekang segala macam aspek kebebasan. Mulai dari kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan etnis lain dan lain sebagainya. Kalau kita cermati di sini memang terdapat hal yang aneh. Memberi maaf sebenarnya adalah hak dari orang yang dahulu disalahi - atau korban - oleh orang yang bersalah tersebut. Tetapi saat ini semua orang termasuk yang bukan korban bahkan orang yang tidak tahu menahu pun ikut melontarkan kata maaf. Ada pula yang berkata, ”Apapun kesalahan Pak Harto marilah kita memaafkan toh waktu beliau berkuasa dulu kita masih bisa membangun dan anak-anak kita bisa menuntut pendidikan”. Jika kita mau jujur sebenarnya dalam hal ini mudah dan susahnya memberikan maaf adalah tergantung dari perasaan dan status kita apakah kita termasuk korban ataukah bukan. Orang lebih mudah melontarkan kata maaf jika ia termasuk kelompok yang sama sekali tidak pernah merasa dirugikan, atau malah pernah mendapatkan bantuan atau sumbangan dari yayasan Pak Harto. Apalagi kroni-kroni beliau yang sampai saat ini masih duduk di bangku pemerintahan. Bagi mereka memberikan kata maaf adalah hal yang sangat gampang.
Kejahatan yang dilakukan oleh Pak Harto bukan hanya korupsi pada era sekarang ini. Tetapi juga pada masa lampau berupa pembunuhan terhadap beratus-ribu orang yang dianggap sebagai anggota PKI. Sebenarnya bukan hanya itu saja, orang yang masuk ke dalam organisasi simpatisan atau organisasi yang bersimpati terhadap partai komunis pun ikut juga mendapatkan nasib yang kurang baik. Mereka dimasukkan ke dalam sel tahanan bertahun-tahun tanpa pernah diajukan dan diproses di pengadilan. Ini sebenarnya belum seberapa dibandingkan dengan orang-orang PKI yang begitu ketemu, langsung dibunuh. Tanpa terlebih dahulu ditanyai atau diselidiki. Padahal banyak juga dari mereka yang tidak tahu menahu tentang peristiwa akhir september itu. Alangkah tragis nasib mereka, berada di tengah-tengah kekuasaan negaranya sendiri tetapi tidak mendapatkan keadilan barang sedikitpun. Beruntung beberapa orang dari mereka yang masih selamat saat ini masih bisa terus bersuara untuk menuntut keadilan. Mereka saat ini tergabung dalam organisasi antara lain LPKP 1965/1966, LPR KROB, dan Pakorba.
Sebagai generasi muda apakah kita hanya bisa diam atau menutup mata terhadap hal ini? Mengangkat Pak Harto jadi pahlawan dan melupakan penderitaan tragis yang dialami oleh banyak orang ketika itu? Jika kita hanya bisa menutup mata maka barangkali inilah yang sebenarnya dikehendaki oleh orde baru. Masih ingatkah kita tentang film yang terus kita tonton dan menjadi makanan kita setiap tahun? Film yang yang menggambarkan kekejian PKI, bukan hanya terhadap pembunuhan para jenderal, tetapi juga kekejaman PKI yang lain seperti pembunuhan sadis yang dilakukan secara bersama-sama, penembakan masjid-masjid, menginjak-injak kitab suci dan lain sebagainya. Pernahkah kita bertanya apakah hal-hal semacam ini benar-benar terjadi ataukah hanya rekayasa yang dibuat oleh orde baru? Dan bukankah melalui film-film semacam ini juga kebencian kita terhadap PKI berasal? Marilah kita mulai bertanya untuk memperoleh kebenaran sejarah yang sesungguhnya karena kita tahu bahwa sejarah memang bisa dibuat. Janganlah kebencian kita terhadap PKI yang kita lihat hanya melalui film-film itu membuat kita menganggap bahwa pembunuhan yang dilakukan di bawah komando Pak Harto dahulu adalah hal yang sah untuk dilakukan. Katakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Keadilan harus kita tegakkan meski dengan bersusah payah.
Menutup tulisan saya ini, saya sangat setuju jika memberikan maaf adalah hak dari masing-masing orang. Hak dari orang yang pernah merasa dirugikan dan bukan hak dari orang yang sama sekali bukanlah korban. Menganjurkan orang lain untuk memberikan maaf hendaknya diawali terlebih dahulu dengan berusaha untuk memahami perasaan, penderitaan, duka yang dialami oleh para korban tersebut. Dan ini adalah bukan hal yang gampang. Benar?
Agaknya yang pertama kali mendorong fenomena ini terjadi adalah ”dimaafkannya” atau dicabutnya dari tuntutan hukum atas kasus tindak pidana yang dilakukan mantan penguasa orde baru itu. Lalu disusul dengan dilontarkannya ide yang hampir serupa terhadap tindak perdata yang dilakukan oleh beliau. Jika kedua kasus tersebut benar-benar ditutup dan selesai begitu saja lalu seluruh rakyat Indonesia memaafkan kesalahan Pak Harto, saya hanya bisa membayangkan bahwa Pak Harto sepertinya adalah satu-satunya orang yang memperoleh mimpi jadi kenyataan dari yang sering diangan-angankan, yaitu ”waktu muda bahagia, tua kaya raya, mati masuk surga”.
Saya tak habis pikir bagaimana bisa kebanyakan orang memaafkan Pak Harto? Sedangkan dahulu beliau dikenal sebagai seorang penguasa rezim yang benar-benar mengekang segala macam aspek kebebasan. Mulai dari kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan etnis lain dan lain sebagainya. Kalau kita cermati di sini memang terdapat hal yang aneh. Memberi maaf sebenarnya adalah hak dari orang yang dahulu disalahi - atau korban - oleh orang yang bersalah tersebut. Tetapi saat ini semua orang termasuk yang bukan korban bahkan orang yang tidak tahu menahu pun ikut melontarkan kata maaf. Ada pula yang berkata, ”Apapun kesalahan Pak Harto marilah kita memaafkan toh waktu beliau berkuasa dulu kita masih bisa membangun dan anak-anak kita bisa menuntut pendidikan”. Jika kita mau jujur sebenarnya dalam hal ini mudah dan susahnya memberikan maaf adalah tergantung dari perasaan dan status kita apakah kita termasuk korban ataukah bukan. Orang lebih mudah melontarkan kata maaf jika ia termasuk kelompok yang sama sekali tidak pernah merasa dirugikan, atau malah pernah mendapatkan bantuan atau sumbangan dari yayasan Pak Harto. Apalagi kroni-kroni beliau yang sampai saat ini masih duduk di bangku pemerintahan. Bagi mereka memberikan kata maaf adalah hal yang sangat gampang.
Kejahatan yang dilakukan oleh Pak Harto bukan hanya korupsi pada era sekarang ini. Tetapi juga pada masa lampau berupa pembunuhan terhadap beratus-ribu orang yang dianggap sebagai anggota PKI. Sebenarnya bukan hanya itu saja, orang yang masuk ke dalam organisasi simpatisan atau organisasi yang bersimpati terhadap partai komunis pun ikut juga mendapatkan nasib yang kurang baik. Mereka dimasukkan ke dalam sel tahanan bertahun-tahun tanpa pernah diajukan dan diproses di pengadilan. Ini sebenarnya belum seberapa dibandingkan dengan orang-orang PKI yang begitu ketemu, langsung dibunuh. Tanpa terlebih dahulu ditanyai atau diselidiki. Padahal banyak juga dari mereka yang tidak tahu menahu tentang peristiwa akhir september itu. Alangkah tragis nasib mereka, berada di tengah-tengah kekuasaan negaranya sendiri tetapi tidak mendapatkan keadilan barang sedikitpun. Beruntung beberapa orang dari mereka yang masih selamat saat ini masih bisa terus bersuara untuk menuntut keadilan. Mereka saat ini tergabung dalam organisasi antara lain LPKP 1965/1966, LPR KROB, dan Pakorba.
Sebagai generasi muda apakah kita hanya bisa diam atau menutup mata terhadap hal ini? Mengangkat Pak Harto jadi pahlawan dan melupakan penderitaan tragis yang dialami oleh banyak orang ketika itu? Jika kita hanya bisa menutup mata maka barangkali inilah yang sebenarnya dikehendaki oleh orde baru. Masih ingatkah kita tentang film yang terus kita tonton dan menjadi makanan kita setiap tahun? Film yang yang menggambarkan kekejian PKI, bukan hanya terhadap pembunuhan para jenderal, tetapi juga kekejaman PKI yang lain seperti pembunuhan sadis yang dilakukan secara bersama-sama, penembakan masjid-masjid, menginjak-injak kitab suci dan lain sebagainya. Pernahkah kita bertanya apakah hal-hal semacam ini benar-benar terjadi ataukah hanya rekayasa yang dibuat oleh orde baru? Dan bukankah melalui film-film semacam ini juga kebencian kita terhadap PKI berasal? Marilah kita mulai bertanya untuk memperoleh kebenaran sejarah yang sesungguhnya karena kita tahu bahwa sejarah memang bisa dibuat. Janganlah kebencian kita terhadap PKI yang kita lihat hanya melalui film-film itu membuat kita menganggap bahwa pembunuhan yang dilakukan di bawah komando Pak Harto dahulu adalah hal yang sah untuk dilakukan. Katakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Keadilan harus kita tegakkan meski dengan bersusah payah.
Menutup tulisan saya ini, saya sangat setuju jika memberikan maaf adalah hak dari masing-masing orang. Hak dari orang yang pernah merasa dirugikan dan bukan hak dari orang yang sama sekali bukanlah korban. Menganjurkan orang lain untuk memberikan maaf hendaknya diawali terlebih dahulu dengan berusaha untuk memahami perasaan, penderitaan, duka yang dialami oleh para korban tersebut. Dan ini adalah bukan hal yang gampang. Benar?
Minggu, 23 Desember 2007
Perumpamaan Takdir
Ada yang bilang takdir kita sudah ditentukan oleh Tuhan. Ada yang bilang kalo nasib kita ga berubah kalo kita sendiri ga merubah. Yang bener yang mana sih? Dua pertanyaan tersebut seolah-olah saling kontradiksi satu sama lain. Tapi benarkah demikian?
Takdir memang sesuatu yang tak mudah untuk dipahami. Takdir merupakan salah satu dari ketentuan Tuhan Yang Maha Agung. Karena Tuhan adalah sumber dari segala sesuatu, sumber dari segala ilmu dan intelegensi, pencipta alam semesta dan seisinya, maka barangkali kita terlalu menggampangkan pemahaman tentang takdir jika kita hanya menggunakan logika yang simpel (seperti menganggap kedua pertanyaan di atas saling kontradiksi). Malahan sebaliknya, takdir adalah sesuatu yang cukup kompleks untuk dipahami dengan logika manusia.
Apakah takdir yang sebenarnya tidak mungkin untuk dipahami? Tentu saja mungkin. Kita bisa mendekatkan pemahaman tentang hal yang sulit dengan hal lain yang lebih mudah untuk dipahami, inilah peran penting sebuah perumpamaan. Di sini saya akan mencoba mengumpamakan takdir dengan suatu hal yang semoga lebih mudah untuk dipahami.
Saya pernah berpikir bahwa segala ilmu di alam semesta ini bisa menunjukkan kepada kita tentang tanda dan keagungan Tuhan. Ilmu fisika, kimia, biologi, dan lain sebagainya. Kecuali satu ilmu ini, ilmu yang saya tekuni bertahun-tahun, yaitu ilmu tentang komputer. Karena komputer adalah alat yang dibuat oleh manusia, maka ilmu tentangnya tentu hanya berkaitan dengan alat tersebut saja. Tidak ada kaitannya sama sekali dengan tanda-tanda alam atau bahkan keagungan Tuhan. Namun lama-kelamaan, saya menyadari bahwa dalam ilmu komputer juga, kita bisa belajar memahami tentang Tuhan dan ketentuan-Nya. Dalam hal ini, di dalam ilmu komputer terdapat beberapa hal yang bisa digunakan sebagai sebuah perumpamaan.
Takdir bisa diumpamakan dengan sebuah sistem atau program yang dibuat oleh seorang programmer. Programmer membuat program dengan cara menuliskan baris-baris kode perintah dari awal sampai akhir. Dia menentukan bagaimana alur program tersebut berjalan. Dia menuliskan semua kemungkinan yang bisa terjadi di dalam program tersebut. Karena program tak ada gunanya jika tidak ada yang menggunakan, maka di sinilah letak pentingnya pengguna program. Pengguna melakukan input yang akan menentukan alur jalannya program, atau bisa dikatakan input pengguna akan menentukan output yang dihasilkan. Jadi sistem atau program itu sudah dibuat oleh programmer sedangkan penggunalah yang menentukan bagaimana alur program berjalan. Jika program ini dikaitkan dengan takdir. Maka dapat kita pahami bahwa semua kondisi dan syarat di dalam sebuah sistem takdir telah ditentukan oleh Tuhan sebelumnya. Lalu kita sendirilah yang menentukan dimana saat ini kita berada dalam sistem takdir tersebut. Contoh yang mudah dipahami adalah kita akan pandai jika belajar dan bodoh jika tidak belajar. Ketentuan atau syarat itulah yang sudah Tuhan tetapkan atas diri kita. Maka dengan ini takdir bisa kita anggap sebagai sebuah sistem yang sangat kompleks, dan tentu saja kedua pertanyaan di atas tadi bisa kita pahami sebagai dua hal yang sama-sama benar.
Ada yang bilang bahwa masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang hanya ada dalam dimensi manusia. Sedangkan di hadapan Tuhan ketiga hal tersebut adalah satu atau sejajar. Tidak ada masa lalu, masa sekarang, dan masa depan di hadapan Tuhan. Bagaimana hal ini bisa dipahami? Jika ini kita umpamakan lagi dengan sistem atau program komputer tadi maka kita tidak akan sulit untuk memahaminya. Seperti yang sudah saya kemukakan sebelumnya bahwa programmer telah membuat baris-baris perintah dari baris yang paling awal sampai baris yang paling akhir. Jika baris itu dijalankan secara perlahan satu demi satu, maka sang programmer tentu sudah mengetahui sekaligus apa yang sudah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi dalam program yang berjalan itu. Programmer juga mengtahui segala sebab dan akibat yang dilakukan oleh pengguna program. Ya karena dia sendirilah yang membuat semua sistem itu bukan?
Kita terkadang menempatkan takdir secara tidak semestinya. Takdir bisa beralih fungsi menjadi sebuah kambing hitam. Alangkah enaknya jika perbuatan yang dilakukan oleh seseorang menjadikannya tak punya tanggungan dengan cara mengatasnamakan takdir. Contohnya adalah tindakan yang ada sangkut pautnya dengan nyawa. Takdir tentu berkaitan dengan hidup dan mati. Akan tetapi jika seorang dokter melakukan kesalahan pengobatan yang menyebabkan seorang pasien meninggal, apakah itu adalah kehendak dari Tuhan juga? Saya akan berkata sama sekali tidak. Dokter itu sendirilah penyebabnya. Jangan dengan mudahnya kata ”takdir” membuat kita lepas dari tanggung jawab. Apapun pekerjaan dan profesinya. Seorang dokter, tentara, atau bahkan pembuat bom sekalipun.
Dengan memahami bahwa diri kita sendirilah yang menentukan jalan hidup kita, maka kita tidak bisa hanya menyalahkan takdir jika keadaan kita saat ini tidak sesuai dengan kehendak hati. Sedapat mungkin berusahalah agar keluar dari kesulitan. Karena takdir adalah seperti sebuah sistem, nasib kita bukanlah suatu hal yang sudah terpatok mati, melainkan bisa berubah jika kita benar-benar punya kemauan untuk merubahnya.
Terakhir sebuah catatan yang tidak ingin saya lewatkan adalah tulisan ini hanyalah sebuah perumpamaan saja. Segala perumpamaan tidak bisa menjelaskan secara keseluruhan tentang sesuatu. Ia hanya bisa mendekati yang diumpamakan. Dan bisa jadi juga perumpaan tersebut salah. Tentu perumpamaan yang paling baik adalah yang paling mendekati kebenaran. Dengan ini semoga kita tahu bagaimana harus bersikap jika kelak dihadapkan pada perumpamaan yang lain.
Takdir memang sesuatu yang tak mudah untuk dipahami. Takdir merupakan salah satu dari ketentuan Tuhan Yang Maha Agung. Karena Tuhan adalah sumber dari segala sesuatu, sumber dari segala ilmu dan intelegensi, pencipta alam semesta dan seisinya, maka barangkali kita terlalu menggampangkan pemahaman tentang takdir jika kita hanya menggunakan logika yang simpel (seperti menganggap kedua pertanyaan di atas saling kontradiksi). Malahan sebaliknya, takdir adalah sesuatu yang cukup kompleks untuk dipahami dengan logika manusia.
Apakah takdir yang sebenarnya tidak mungkin untuk dipahami? Tentu saja mungkin. Kita bisa mendekatkan pemahaman tentang hal yang sulit dengan hal lain yang lebih mudah untuk dipahami, inilah peran penting sebuah perumpamaan. Di sini saya akan mencoba mengumpamakan takdir dengan suatu hal yang semoga lebih mudah untuk dipahami.
Saya pernah berpikir bahwa segala ilmu di alam semesta ini bisa menunjukkan kepada kita tentang tanda dan keagungan Tuhan. Ilmu fisika, kimia, biologi, dan lain sebagainya. Kecuali satu ilmu ini, ilmu yang saya tekuni bertahun-tahun, yaitu ilmu tentang komputer. Karena komputer adalah alat yang dibuat oleh manusia, maka ilmu tentangnya tentu hanya berkaitan dengan alat tersebut saja. Tidak ada kaitannya sama sekali dengan tanda-tanda alam atau bahkan keagungan Tuhan. Namun lama-kelamaan, saya menyadari bahwa dalam ilmu komputer juga, kita bisa belajar memahami tentang Tuhan dan ketentuan-Nya. Dalam hal ini, di dalam ilmu komputer terdapat beberapa hal yang bisa digunakan sebagai sebuah perumpamaan.
Takdir bisa diumpamakan dengan sebuah sistem atau program yang dibuat oleh seorang programmer. Programmer membuat program dengan cara menuliskan baris-baris kode perintah dari awal sampai akhir. Dia menentukan bagaimana alur program tersebut berjalan. Dia menuliskan semua kemungkinan yang bisa terjadi di dalam program tersebut. Karena program tak ada gunanya jika tidak ada yang menggunakan, maka di sinilah letak pentingnya pengguna program. Pengguna melakukan input yang akan menentukan alur jalannya program, atau bisa dikatakan input pengguna akan menentukan output yang dihasilkan. Jadi sistem atau program itu sudah dibuat oleh programmer sedangkan penggunalah yang menentukan bagaimana alur program berjalan. Jika program ini dikaitkan dengan takdir. Maka dapat kita pahami bahwa semua kondisi dan syarat di dalam sebuah sistem takdir telah ditentukan oleh Tuhan sebelumnya. Lalu kita sendirilah yang menentukan dimana saat ini kita berada dalam sistem takdir tersebut. Contoh yang mudah dipahami adalah kita akan pandai jika belajar dan bodoh jika tidak belajar. Ketentuan atau syarat itulah yang sudah Tuhan tetapkan atas diri kita. Maka dengan ini takdir bisa kita anggap sebagai sebuah sistem yang sangat kompleks, dan tentu saja kedua pertanyaan di atas tadi bisa kita pahami sebagai dua hal yang sama-sama benar.
Ada yang bilang bahwa masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang hanya ada dalam dimensi manusia. Sedangkan di hadapan Tuhan ketiga hal tersebut adalah satu atau sejajar. Tidak ada masa lalu, masa sekarang, dan masa depan di hadapan Tuhan. Bagaimana hal ini bisa dipahami? Jika ini kita umpamakan lagi dengan sistem atau program komputer tadi maka kita tidak akan sulit untuk memahaminya. Seperti yang sudah saya kemukakan sebelumnya bahwa programmer telah membuat baris-baris perintah dari baris yang paling awal sampai baris yang paling akhir. Jika baris itu dijalankan secara perlahan satu demi satu, maka sang programmer tentu sudah mengetahui sekaligus apa yang sudah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi dalam program yang berjalan itu. Programmer juga mengtahui segala sebab dan akibat yang dilakukan oleh pengguna program. Ya karena dia sendirilah yang membuat semua sistem itu bukan?
Kita terkadang menempatkan takdir secara tidak semestinya. Takdir bisa beralih fungsi menjadi sebuah kambing hitam. Alangkah enaknya jika perbuatan yang dilakukan oleh seseorang menjadikannya tak punya tanggungan dengan cara mengatasnamakan takdir. Contohnya adalah tindakan yang ada sangkut pautnya dengan nyawa. Takdir tentu berkaitan dengan hidup dan mati. Akan tetapi jika seorang dokter melakukan kesalahan pengobatan yang menyebabkan seorang pasien meninggal, apakah itu adalah kehendak dari Tuhan juga? Saya akan berkata sama sekali tidak. Dokter itu sendirilah penyebabnya. Jangan dengan mudahnya kata ”takdir” membuat kita lepas dari tanggung jawab. Apapun pekerjaan dan profesinya. Seorang dokter, tentara, atau bahkan pembuat bom sekalipun.
Dengan memahami bahwa diri kita sendirilah yang menentukan jalan hidup kita, maka kita tidak bisa hanya menyalahkan takdir jika keadaan kita saat ini tidak sesuai dengan kehendak hati. Sedapat mungkin berusahalah agar keluar dari kesulitan. Karena takdir adalah seperti sebuah sistem, nasib kita bukanlah suatu hal yang sudah terpatok mati, melainkan bisa berubah jika kita benar-benar punya kemauan untuk merubahnya.
Terakhir sebuah catatan yang tidak ingin saya lewatkan adalah tulisan ini hanyalah sebuah perumpamaan saja. Segala perumpamaan tidak bisa menjelaskan secara keseluruhan tentang sesuatu. Ia hanya bisa mendekati yang diumpamakan. Dan bisa jadi juga perumpaan tersebut salah. Tentu perumpamaan yang paling baik adalah yang paling mendekati kebenaran. Dengan ini semoga kita tahu bagaimana harus bersikap jika kelak dihadapkan pada perumpamaan yang lain.
Jumat, 14 Desember 2007
Rasa Takut dan Keberanian
(Sebuah Cerita)
Ada seorang murid sebuah perguruan bela diri. Dia sudah belajar di perguruan itu cukup lama, 10 tahun. Dia terkenal paling kuat di antara semua murid yang ada. Suatu saat gurunya berkata ingin mengajarkan pelajaran terakhir kepadanya. Murid itu diminta untuk datang di hutan yang cukup jauh dari padepokan. Tempat yang sama sekali belum pernah ia jamah. Akhirnya lusa hari tiba. Sesuai dengan yang diperintahkan, ia pergi ke hutan yang diminta. Dalam perjalanan terkejutlah ia karena harus melalui jalan yang dikuasai oleh seekor singa. Ia tak mengurungkan niat sama sekali untuk mundur dan berkata dalam hati bahwa apapun yang terjadi ia harus bisa sampai ke tempat tujuan meski harus bergelut sekalipun dengan singa itu.
Benarlah hal itu terjadi. Meski sudah berhati-hati agar tidak membangunkan sang singa, ternyata singa itu sangat waspada. Sang singa lalu berdiri dan meloncat ke arahnya. Dengan kekuatan maksimal sang pendekar berusaha menahan serangan, tapi keunggulan kekuatan singa membuatnya terpental lalu jatuh. Merasa kekuatannya tak seimbang, sang pendekar berusaha mencari sesuatu yang dapat dipakai sebagai senjata. Dilihatnya sebatang kayu yang cukup runcing tak jauh dari situ dan dengan cepatnya sang pendekar meraih kayu itu. Perkelahian terjadi cukup lama. Akhirnya meski dengan penuh luka dan kehilangan banyak tenaga ia berhasil memenangkan pertarungan yang hampir saja membuat nyawanya hilang itu.
Dengan membawa tongkat penolong nyawa di tangan ia pun melanjutkan perjalanan kembali. Namun tak seberapa lama ia sudah melihat sosok sang guru berada di hadapannya. Sang guru lalu menyuruhnya untuk beristirahat dan mengobati luka. Murid bertanya, ”Wahai Guru, pelajaran apa yang ingin engkau berikan kepadaku sehingga aku harus berjalan jauh seperti ini dan melawan seekor singa?” Guru menjawab, ”Aku ingin mengajarimu sebuah keberanian. Tanpa keberanian kau tak akan bisa mengalahkan singa besar itu dan sampai di tempat ini.” Sang murid terperanjat mengira pelajaran yang akan diberikan kepadanya ternyata bukanlah sebuah jurus. ”Terima kasih Guru, karena Guru pula saya bisa kuat dan berani seperti sekarang”, kata murid. Sang guru menimpali,” Ya, tetapi itu bukanlah pelajaran terakhir yang ingin aku beri”. ”Kalau begitu apa, Guru?”, murid bertanya penasaran. ”Tahukah kamu apa yang telah Tuhan berikan untuk melindungi kita selain keberanian dan kekuatan?” Murid diam cukup lama. ”Tidak ada. Bagi saya berani dan kuat dapat melindungi saya dari apapun”. Sang guru kali ini mengeraskan suaranya, ”Tidak! Ada lagi yang dapat melindungimu selain dua hal itu”. Kata-kata sang guru benar-benar membuat murid merasa seperti telah melewatkan sesuatu. Tapi setelah memutar otakknya lagi ia kembali tak menemukan jawaban. Ia menyerah dan mengulangi jawaban yang sama, ”Tidak ada lagi”. Sang guru melirihkan suaranya, ” Aku tak menyalahkanmu. kita memang terkadang melewatkannya dan menganggapnya sebagai hal yang memalukan. Tetapi sebenarnya keberadaannya diberikan oleh Tuhan karena sangat berharga. Yang kumaksud adalah lawan keberanian, yaitu rasa takut.” ”Rasa takut?” Murid mengulangi perkataan sang guru dan ragu bahwa itulah jawabannya. ” Ya rasa takut. Kau tahu mengapa semut lebih mudah dibunuh oleh manusia daripada seekor tikus?” Murid sekali lagi merenung tapi kali ini ia tampak paham. ”Karena semut tak mempunyai rasa takut?” Sang guru tersenyum. ” Ketahuilah bahwa rasa takut dan keberanian adalah dua hal yang sama-sama merupakan jaminan perlindungan oleh Tuhan pada tiap makhluk-Nya”. Sang murid menjadi mengerti bahwa tak ada lagi pelajaran yang harus ia ketahui selain pelajaran tentang hidup itu sendiri.
Ada seorang murid sebuah perguruan bela diri. Dia sudah belajar di perguruan itu cukup lama, 10 tahun. Dia terkenal paling kuat di antara semua murid yang ada. Suatu saat gurunya berkata ingin mengajarkan pelajaran terakhir kepadanya. Murid itu diminta untuk datang di hutan yang cukup jauh dari padepokan. Tempat yang sama sekali belum pernah ia jamah. Akhirnya lusa hari tiba. Sesuai dengan yang diperintahkan, ia pergi ke hutan yang diminta. Dalam perjalanan terkejutlah ia karena harus melalui jalan yang dikuasai oleh seekor singa. Ia tak mengurungkan niat sama sekali untuk mundur dan berkata dalam hati bahwa apapun yang terjadi ia harus bisa sampai ke tempat tujuan meski harus bergelut sekalipun dengan singa itu.
Benarlah hal itu terjadi. Meski sudah berhati-hati agar tidak membangunkan sang singa, ternyata singa itu sangat waspada. Sang singa lalu berdiri dan meloncat ke arahnya. Dengan kekuatan maksimal sang pendekar berusaha menahan serangan, tapi keunggulan kekuatan singa membuatnya terpental lalu jatuh. Merasa kekuatannya tak seimbang, sang pendekar berusaha mencari sesuatu yang dapat dipakai sebagai senjata. Dilihatnya sebatang kayu yang cukup runcing tak jauh dari situ dan dengan cepatnya sang pendekar meraih kayu itu. Perkelahian terjadi cukup lama. Akhirnya meski dengan penuh luka dan kehilangan banyak tenaga ia berhasil memenangkan pertarungan yang hampir saja membuat nyawanya hilang itu.
Dengan membawa tongkat penolong nyawa di tangan ia pun melanjutkan perjalanan kembali. Namun tak seberapa lama ia sudah melihat sosok sang guru berada di hadapannya. Sang guru lalu menyuruhnya untuk beristirahat dan mengobati luka. Murid bertanya, ”Wahai Guru, pelajaran apa yang ingin engkau berikan kepadaku sehingga aku harus berjalan jauh seperti ini dan melawan seekor singa?” Guru menjawab, ”Aku ingin mengajarimu sebuah keberanian. Tanpa keberanian kau tak akan bisa mengalahkan singa besar itu dan sampai di tempat ini.” Sang murid terperanjat mengira pelajaran yang akan diberikan kepadanya ternyata bukanlah sebuah jurus. ”Terima kasih Guru, karena Guru pula saya bisa kuat dan berani seperti sekarang”, kata murid. Sang guru menimpali,” Ya, tetapi itu bukanlah pelajaran terakhir yang ingin aku beri”. ”Kalau begitu apa, Guru?”, murid bertanya penasaran. ”Tahukah kamu apa yang telah Tuhan berikan untuk melindungi kita selain keberanian dan kekuatan?” Murid diam cukup lama. ”Tidak ada. Bagi saya berani dan kuat dapat melindungi saya dari apapun”. Sang guru kali ini mengeraskan suaranya, ”Tidak! Ada lagi yang dapat melindungimu selain dua hal itu”. Kata-kata sang guru benar-benar membuat murid merasa seperti telah melewatkan sesuatu. Tapi setelah memutar otakknya lagi ia kembali tak menemukan jawaban. Ia menyerah dan mengulangi jawaban yang sama, ”Tidak ada lagi”. Sang guru melirihkan suaranya, ” Aku tak menyalahkanmu. kita memang terkadang melewatkannya dan menganggapnya sebagai hal yang memalukan. Tetapi sebenarnya keberadaannya diberikan oleh Tuhan karena sangat berharga. Yang kumaksud adalah lawan keberanian, yaitu rasa takut.” ”Rasa takut?” Murid mengulangi perkataan sang guru dan ragu bahwa itulah jawabannya. ” Ya rasa takut. Kau tahu mengapa semut lebih mudah dibunuh oleh manusia daripada seekor tikus?” Murid sekali lagi merenung tapi kali ini ia tampak paham. ”Karena semut tak mempunyai rasa takut?” Sang guru tersenyum. ” Ketahuilah bahwa rasa takut dan keberanian adalah dua hal yang sama-sama merupakan jaminan perlindungan oleh Tuhan pada tiap makhluk-Nya”. Sang murid menjadi mengerti bahwa tak ada lagi pelajaran yang harus ia ketahui selain pelajaran tentang hidup itu sendiri.
Jumat, 07 Desember 2007
Nasionalisme
Sebuah Nasionalisme tentu harus dipunyai oleh seorang warga negara yang baik. Dan barangkali tanpanya kita akan terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang mempunyai ruang lingkup lebih kecil, entah itu ras, suku, etnis, atau agama. Nasionalisme membuat kita merasa satu, nasionalisme membuat para pejuang kita dulu berjuang mati-matian untuk lepas dari belenggu penjajah, nasionalisme membuat kita meneriakkan ”Indonesia, Indonesia” waktu menonton pertandingan sepakbola antara tim kita melawan tim negara lain, dan terkadang nasionalisme pula yang membuat kita merasa harus lebih unggul dari semua negara manapun di dunia.
Memang sepertinya tidak ada masalah dengan nasionalisme. Tapi jika kita mau jujur sebenarnya nasionalisme akan membawa kita kepada masalah jika kita hanya menjunjung nasionalisme negara kita belaka dan tidak menghargai bangsa lain di dunia, atau yang disebut nasionalisme sempit. Menurut wikipedia, nasionalisme adalah paham yang mewujudkan satu konsep identitas sebuah negara. Sama seperti diri kita sebagai individu yang juga mempunyai identitas. Sayangnya, dalam mempertahankan identitas diri terkadang kita hanya memikirkan diri kita sendiri sehingga egopun keluar. Jika nasionalisme sempit bisa kita samakan dengan istilah "ego" ini, maka ego tidak hanya menghinggapi diri kita sebagai seorang individu dimana kita merasa lebih tinggi dari orang lain, atau dalam ruang lingkup yang lebih besar membuat kita merasa suku dan etnis kita lebih baik dari suku dan etnis yang lain, tetapi juga dalam skala yang lebih besar lagi, yaitu merasa bahwa negara kita lebih baik dari negara lain di dunia.
Segala pemahaman yang mengkotak-kotakkan kita ke dalam suatu kelompok, jika kita tidak bisa menempatkan pemahaman itu secara benar dan tepat maka suatu saat akan membuat kita berada dalam masalah dengan kelompok yang lain. Suku, ras, agama, partai politik, gang, klub, bahkan negara. Apapun kelompoknya memang sulit bagi kita untuk memahami bahwa sebenarnya kita semua adalah satu. Satu yaitu sama-sama sebagai manusia. Manusia adalah satu kesatuan. Perbedaan kepentingan dapat menjadikan masing-masing kelompok bersinggungan, berbenturan, bahkan perang. Contohnya di tanah air kita sendiri yang dahulu terdiri atas kerajaan yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Perbedaan kepentingan dan perang sering terjadi pada masa-masa tersebut. Sampai pada suatu saat Belanda menduduki wilayah kita. Dengan pendudukan Belanda yang mengawali kolonialisasi di tanah air membuat kita semua merasa senasib sepenanggungan karena dijajah. Maka pada saat itu juga kita baru sadar sebagai satu kesatuan.
Memang manusia baru akan menyadari bahwa mereka adalah satu jika manusia merasa sama-sama satu rasa, sama-sama mempunyai kesamaan dan kepentingan. Jika tidak maka sulit. Kalau kita sebagai Bangsa Indonesia harus dijajah terlebih dahulu sebelum merasa satu lalu kapankah semua negara di dunia ini bisa merasa satu sehingga kedamaian dunia dapat terwujud? Apakah harus menunggu cerita fiktif jadi kenyataan berupa kedatangan UFO dari galaksi lain lalu kita harus kerja sama bertahan karena alien yang berwarna hijau menyerang? Atau barangkali bencana alam? Umm, mungkin yang ini bisa. Barangkali bencana dan perubahaan iklim saat ini bisa kita anggap sebagai serangan dari alien. Eit, maksud saya yaitu bencana alam sebagai kejadian yang sama-sama dialami oleh semua negara. Dengan adanya krisis iklim semoga semua negara di dunia bisa saling bekerja sama sehingga kita semua bisa merasa senasib dan sepenanggungan dan kedamaian dunia dapat tercapai.
Balik ke nasionalisme. Jadi bagaimana kita harus menempatkan Nasionalisme dalam hubungannya dengan negara-negara lain di dunia? Jika bisa saya umpamakan, Nasionalisme adalah sebuah wadah yang menampung wadah atau entitas lain yang lebih kecil di dalamnya. Paham kesukuan, etnis, agama, dan bahkan entitas yang paling kecil yaitu individu. Dalam hal ini nasionalisme adalah wadah yang lebih besar dari semua tadi, tetapi nasionalisme bukanlah wadah terakhir yang paling besar. Kita harus bisa menciptakan sebuah ”wadah” lain yang lebih besar lagi, jauh lebih besar dari nasionalisme. Entah apa sebutannya. Yang jelas kita harus sadar bahwa kita adalah sama-sama sebagai manusia, penduduk bumi yang sama.
”Nasionalisme bukanlah pemahaman terakhir, tetapi ia adalah bagian dari pemahaman bahwa kita semua adalah penduduk satu bumi." Sedapat mungkin berpikirlah bukan hanya untuk satu individu, satu suku, satu negara, tetapi berpikirlah untuk manusia seluruhnya.
Pada waktu kapal RI dan kapal Malaysia bersitegang di laut batas Indonesia-Malaysia, beberapa orang menyeletuk, ”Udah perang aja, ngapain takut dengan Malaysia!”. Ya emang enak sih kalau asal ngomong, apalagi tanpa memikirkan akibatnya ke depan. Sebagai warga negara kita memang dituntut untuk membela negara yang kita cintai, tetapi bisakah kita berpikir lebih universal dan dewasa? Bisakah kita mundur beberapa langkah sehingga perspektif pandangan kita tidak sempit hanya tertuju kepada negara kita sendiri, tetapi juga negara lain dan permasalahan yang membelit antar keduanya? Perang kapanpun tak akan pernah menyelesaikan masalah. Perang hanya akan mengulur-ulur waktu sambil memakan korban jiwa tanpa sama sekali menyentuh akar penyebabnya. Permasalahan antar negara hanya bisa diselesaikan lewat perundingan, diskusi dan diplomasi dengan kepala dingin.
Pemimpin negara ideal masa depan menurut saya harus mempunyai kesadaran akan semua hal itu. Menjadi seorang kepala negara tidak hanya harus mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk memimpin suatu negara, tetapi juga harus memiliki pandangan tentang bagaimana memimpin dan mengarahkan dunia ke arah yang lebih baik. Demi sebuah perdamaian dunia. Pertanyannya, negara manakah yang mempunyai pemimpin seperti itu? Apakah negara yang disebut sebagai yang paling adikuasa saat ini memilikinya?
Baca tentang Nasionalism, Regionalism, and Multiculturalism (The Jakarta Post) oleh Jennie S. Bev di sini.
Memang sepertinya tidak ada masalah dengan nasionalisme. Tapi jika kita mau jujur sebenarnya nasionalisme akan membawa kita kepada masalah jika kita hanya menjunjung nasionalisme negara kita belaka dan tidak menghargai bangsa lain di dunia, atau yang disebut nasionalisme sempit. Menurut wikipedia, nasionalisme adalah paham yang mewujudkan satu konsep identitas sebuah negara. Sama seperti diri kita sebagai individu yang juga mempunyai identitas. Sayangnya, dalam mempertahankan identitas diri terkadang kita hanya memikirkan diri kita sendiri sehingga egopun keluar. Jika nasionalisme sempit bisa kita samakan dengan istilah "ego" ini, maka ego tidak hanya menghinggapi diri kita sebagai seorang individu dimana kita merasa lebih tinggi dari orang lain, atau dalam ruang lingkup yang lebih besar membuat kita merasa suku dan etnis kita lebih baik dari suku dan etnis yang lain, tetapi juga dalam skala yang lebih besar lagi, yaitu merasa bahwa negara kita lebih baik dari negara lain di dunia.
Segala pemahaman yang mengkotak-kotakkan kita ke dalam suatu kelompok, jika kita tidak bisa menempatkan pemahaman itu secara benar dan tepat maka suatu saat akan membuat kita berada dalam masalah dengan kelompok yang lain. Suku, ras, agama, partai politik, gang, klub, bahkan negara. Apapun kelompoknya memang sulit bagi kita untuk memahami bahwa sebenarnya kita semua adalah satu. Satu yaitu sama-sama sebagai manusia. Manusia adalah satu kesatuan. Perbedaan kepentingan dapat menjadikan masing-masing kelompok bersinggungan, berbenturan, bahkan perang. Contohnya di tanah air kita sendiri yang dahulu terdiri atas kerajaan yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Perbedaan kepentingan dan perang sering terjadi pada masa-masa tersebut. Sampai pada suatu saat Belanda menduduki wilayah kita. Dengan pendudukan Belanda yang mengawali kolonialisasi di tanah air membuat kita semua merasa senasib sepenanggungan karena dijajah. Maka pada saat itu juga kita baru sadar sebagai satu kesatuan.
Memang manusia baru akan menyadari bahwa mereka adalah satu jika manusia merasa sama-sama satu rasa, sama-sama mempunyai kesamaan dan kepentingan. Jika tidak maka sulit. Kalau kita sebagai Bangsa Indonesia harus dijajah terlebih dahulu sebelum merasa satu lalu kapankah semua negara di dunia ini bisa merasa satu sehingga kedamaian dunia dapat terwujud? Apakah harus menunggu cerita fiktif jadi kenyataan berupa kedatangan UFO dari galaksi lain lalu kita harus kerja sama bertahan karena alien yang berwarna hijau menyerang? Atau barangkali bencana alam? Umm, mungkin yang ini bisa. Barangkali bencana dan perubahaan iklim saat ini bisa kita anggap sebagai serangan dari alien. Eit, maksud saya yaitu bencana alam sebagai kejadian yang sama-sama dialami oleh semua negara. Dengan adanya krisis iklim semoga semua negara di dunia bisa saling bekerja sama sehingga kita semua bisa merasa senasib dan sepenanggungan dan kedamaian dunia dapat tercapai.
Balik ke nasionalisme. Jadi bagaimana kita harus menempatkan Nasionalisme dalam hubungannya dengan negara-negara lain di dunia? Jika bisa saya umpamakan, Nasionalisme adalah sebuah wadah yang menampung wadah atau entitas lain yang lebih kecil di dalamnya. Paham kesukuan, etnis, agama, dan bahkan entitas yang paling kecil yaitu individu. Dalam hal ini nasionalisme adalah wadah yang lebih besar dari semua tadi, tetapi nasionalisme bukanlah wadah terakhir yang paling besar. Kita harus bisa menciptakan sebuah ”wadah” lain yang lebih besar lagi, jauh lebih besar dari nasionalisme. Entah apa sebutannya. Yang jelas kita harus sadar bahwa kita adalah sama-sama sebagai manusia, penduduk bumi yang sama.
”Nasionalisme bukanlah pemahaman terakhir, tetapi ia adalah bagian dari pemahaman bahwa kita semua adalah penduduk satu bumi." Sedapat mungkin berpikirlah bukan hanya untuk satu individu, satu suku, satu negara, tetapi berpikirlah untuk manusia seluruhnya.
Pada waktu kapal RI dan kapal Malaysia bersitegang di laut batas Indonesia-Malaysia, beberapa orang menyeletuk, ”Udah perang aja, ngapain takut dengan Malaysia!”. Ya emang enak sih kalau asal ngomong, apalagi tanpa memikirkan akibatnya ke depan. Sebagai warga negara kita memang dituntut untuk membela negara yang kita cintai, tetapi bisakah kita berpikir lebih universal dan dewasa? Bisakah kita mundur beberapa langkah sehingga perspektif pandangan kita tidak sempit hanya tertuju kepada negara kita sendiri, tetapi juga negara lain dan permasalahan yang membelit antar keduanya? Perang kapanpun tak akan pernah menyelesaikan masalah. Perang hanya akan mengulur-ulur waktu sambil memakan korban jiwa tanpa sama sekali menyentuh akar penyebabnya. Permasalahan antar negara hanya bisa diselesaikan lewat perundingan, diskusi dan diplomasi dengan kepala dingin.
Pemimpin negara ideal masa depan menurut saya harus mempunyai kesadaran akan semua hal itu. Menjadi seorang kepala negara tidak hanya harus mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk memimpin suatu negara, tetapi juga harus memiliki pandangan tentang bagaimana memimpin dan mengarahkan dunia ke arah yang lebih baik. Demi sebuah perdamaian dunia. Pertanyannya, negara manakah yang mempunyai pemimpin seperti itu? Apakah negara yang disebut sebagai yang paling adikuasa saat ini memilikinya?
Baca tentang Nasionalism, Regionalism, and Multiculturalism (The Jakarta Post) oleh Jennie S. Bev di sini.
Langganan:
Postingan (Atom)