Minggu, 23 Desember 2007

Perumpamaan Takdir

Ada yang bilang takdir kita sudah ditentukan oleh Tuhan. Ada yang bilang kalo nasib kita ga berubah kalo kita sendiri ga merubah. Yang bener yang mana sih? Dua pertanyaan tersebut seolah-olah saling kontradiksi satu sama lain. Tapi benarkah demikian?

Takdir memang sesuatu yang tak mudah untuk dipahami. Takdir merupakan salah satu dari ketentuan Tuhan Yang Maha Agung. Karena Tuhan adalah sumber dari segala sesuatu, sumber dari segala ilmu dan intelegensi, pencipta alam semesta dan seisinya, maka barangkali kita terlalu menggampangkan pemahaman tentang takdir jika kita hanya menggunakan logika yang simpel (seperti menganggap kedua pertanyaan di atas saling kontradiksi). Malahan sebaliknya, takdir adalah sesuatu yang cukup kompleks untuk dipahami dengan logika manusia.

Apakah takdir yang sebenarnya tidak mungkin untuk dipahami? Tentu saja mungkin. Kita bisa mendekatkan pemahaman tentang hal yang sulit dengan hal lain yang lebih mudah untuk dipahami, inilah peran penting sebuah perumpamaan. Di sini saya akan mencoba mengumpamakan takdir dengan suatu hal yang semoga lebih mudah untuk dipahami.

Saya pernah berpikir bahwa segala ilmu di alam semesta ini bisa menunjukkan kepada kita tentang tanda dan keagungan Tuhan. Ilmu fisika, kimia, biologi, dan lain sebagainya. Kecuali satu ilmu ini, ilmu yang saya tekuni bertahun-tahun, yaitu ilmu tentang komputer. Karena komputer adalah alat yang dibuat oleh manusia, maka ilmu tentangnya tentu hanya berkaitan dengan alat tersebut saja. Tidak ada kaitannya sama sekali dengan tanda-tanda alam atau bahkan keagungan Tuhan. Namun lama-kelamaan, saya menyadari bahwa dalam ilmu komputer juga, kita bisa belajar memahami tentang Tuhan dan ketentuan-Nya. Dalam hal ini, di dalam ilmu komputer terdapat beberapa hal yang bisa digunakan sebagai sebuah perumpamaan.

Takdir bisa diumpamakan dengan sebuah sistem atau program yang dibuat oleh seorang programmer. Programmer membuat program dengan cara menuliskan baris-baris kode perintah dari awal sampai akhir. Dia menentukan bagaimana alur program tersebut berjalan. Dia menuliskan semua kemungkinan yang bisa terjadi di dalam program tersebut. Karena program tak ada gunanya jika tidak ada yang menggunakan, maka di sinilah letak pentingnya pengguna program. Pengguna melakukan input yang akan menentukan alur jalannya program, atau bisa dikatakan input pengguna akan menentukan output yang dihasilkan. Jadi sistem atau program itu sudah dibuat oleh programmer sedangkan penggunalah yang menentukan bagaimana alur program berjalan. Jika program ini dikaitkan dengan takdir. Maka dapat kita pahami bahwa semua kondisi dan syarat di dalam sebuah sistem takdir telah ditentukan oleh Tuhan sebelumnya. Lalu kita sendirilah yang menentukan dimana saat ini kita berada dalam sistem takdir tersebut. Contoh yang mudah dipahami adalah kita akan pandai jika belajar dan bodoh jika tidak belajar. Ketentuan atau syarat itulah yang sudah Tuhan tetapkan atas diri kita. Maka dengan ini takdir bisa kita anggap sebagai sebuah sistem yang sangat kompleks, dan tentu saja kedua pertanyaan di atas tadi bisa kita pahami sebagai dua hal yang sama-sama benar.

Ada yang bilang bahwa masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang hanya ada dalam dimensi manusia. Sedangkan di hadapan Tuhan ketiga hal tersebut adalah satu atau sejajar. Tidak ada masa lalu, masa sekarang, dan masa depan di hadapan Tuhan. Bagaimana hal ini bisa dipahami? Jika ini kita umpamakan lagi dengan sistem atau program komputer tadi maka kita tidak akan sulit untuk memahaminya. Seperti yang sudah saya kemukakan sebelumnya bahwa programmer telah membuat baris-baris perintah dari baris yang paling awal sampai baris yang paling akhir. Jika baris itu dijalankan secara perlahan satu demi satu, maka sang programmer tentu sudah mengetahui sekaligus apa yang sudah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi dalam program yang berjalan itu. Programmer juga mengtahui segala sebab dan akibat yang dilakukan oleh pengguna program. Ya karena dia sendirilah yang membuat semua sistem itu bukan?

Kita terkadang menempatkan takdir secara tidak semestinya. Takdir bisa beralih fungsi menjadi sebuah kambing hitam. Alangkah enaknya jika perbuatan yang dilakukan oleh seseorang menjadikannya tak punya tanggungan dengan cara mengatasnamakan takdir. Contohnya adalah tindakan yang ada sangkut pautnya dengan nyawa. Takdir tentu berkaitan dengan hidup dan mati. Akan tetapi jika seorang dokter melakukan kesalahan pengobatan yang menyebabkan seorang pasien meninggal, apakah itu adalah kehendak dari Tuhan juga? Saya akan berkata sama sekali tidak. Dokter itu sendirilah penyebabnya. Jangan dengan mudahnya kata ”takdir” membuat kita lepas dari tanggung jawab. Apapun pekerjaan dan profesinya. Seorang dokter, tentara, atau bahkan pembuat bom sekalipun.

Dengan memahami bahwa diri kita sendirilah yang menentukan jalan hidup kita, maka kita tidak bisa hanya menyalahkan takdir jika keadaan kita saat ini tidak sesuai dengan kehendak hati. Sedapat mungkin berusahalah agar keluar dari kesulitan. Karena takdir adalah seperti sebuah sistem, nasib kita bukanlah suatu hal yang sudah terpatok mati, melainkan bisa berubah jika kita benar-benar punya kemauan untuk merubahnya.

Terakhir sebuah catatan yang tidak ingin saya lewatkan adalah tulisan ini hanyalah sebuah perumpamaan saja. Segala perumpamaan tidak bisa menjelaskan secara keseluruhan tentang sesuatu. Ia hanya bisa mendekati yang diumpamakan. Dan bisa jadi juga perumpaan tersebut salah. Tentu perumpamaan yang paling baik adalah yang paling mendekati kebenaran. Dengan ini semoga kita tahu bagaimana harus bersikap jika kelak dihadapkan pada perumpamaan yang lain.

Tidak ada komentar: