Jumat, 07 Desember 2007

Nasionalisme

Sebuah Nasionalisme tentu harus dipunyai oleh seorang warga negara yang baik. Dan barangkali tanpanya kita akan terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang mempunyai ruang lingkup lebih kecil, entah itu ras, suku, etnis, atau agama. Nasionalisme membuat kita merasa satu, nasionalisme membuat para pejuang kita dulu berjuang mati-matian untuk lepas dari belenggu penjajah, nasionalisme membuat kita meneriakkan ”Indonesia, Indonesia” waktu menonton pertandingan sepakbola antara tim kita melawan tim negara lain, dan terkadang nasionalisme pula yang membuat kita merasa harus lebih unggul dari semua negara manapun di dunia.

Memang sepertinya tidak ada masalah dengan nasionalisme. Tapi jika kita mau jujur sebenarnya nasionalisme akan membawa kita kepada masalah jika kita hanya menjunjung nasionalisme negara kita belaka dan tidak menghargai bangsa lain di dunia, atau yang disebut nasionalisme sempit. Menurut wikipedia, nasionalisme adalah paham yang mewujudkan satu konsep identitas sebuah negara. Sama seperti diri kita sebagai individu yang juga mempunyai identitas. Sayangnya, dalam mempertahankan identitas diri terkadang kita hanya memikirkan diri kita sendiri sehingga egopun keluar. Jika nasionalisme sempit bisa kita samakan dengan istilah "ego" ini, maka ego tidak hanya menghinggapi diri kita sebagai seorang individu dimana kita merasa lebih tinggi dari orang lain, atau dalam ruang lingkup yang lebih besar membuat kita merasa suku dan etnis kita lebih baik dari suku dan etnis yang lain, tetapi juga dalam skala yang lebih besar lagi, yaitu merasa bahwa negara kita lebih baik dari negara lain di dunia.

Segala pemahaman yang mengkotak-kotakkan kita ke dalam suatu kelompok, jika kita tidak bisa menempatkan pemahaman itu secara benar dan tepat maka suatu saat akan membuat kita berada dalam masalah dengan kelompok yang lain. Suku, ras, agama, partai politik, gang, klub, bahkan negara. Apapun kelompoknya memang sulit bagi kita untuk memahami bahwa sebenarnya kita semua adalah satu. Satu yaitu sama-sama sebagai manusia. Manusia adalah satu kesatuan. Perbedaan kepentingan dapat menjadikan masing-masing kelompok bersinggungan, berbenturan, bahkan perang. Contohnya di tanah air kita sendiri yang dahulu terdiri atas kerajaan yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Perbedaan kepentingan dan perang sering terjadi pada masa-masa tersebut. Sampai pada suatu saat Belanda menduduki wilayah kita. Dengan pendudukan Belanda yang mengawali kolonialisasi di tanah air membuat kita semua merasa senasib sepenanggungan karena dijajah. Maka pada saat itu juga kita baru sadar sebagai satu kesatuan.

Memang manusia baru akan menyadari bahwa mereka adalah satu jika manusia merasa sama-sama satu rasa, sama-sama mempunyai kesamaan dan kepentingan. Jika tidak maka sulit. Kalau kita sebagai Bangsa Indonesia harus dijajah terlebih dahulu sebelum merasa satu lalu kapankah semua negara di dunia ini bisa merasa satu sehingga kedamaian dunia dapat terwujud? Apakah harus menunggu cerita fiktif jadi kenyataan berupa kedatangan UFO dari galaksi lain lalu kita harus kerja sama bertahan karena alien yang berwarna hijau menyerang? Atau barangkali bencana alam? Umm, mungkin yang ini bisa. Barangkali bencana dan perubahaan iklim saat ini bisa kita anggap sebagai serangan dari alien. Eit, maksud saya yaitu bencana alam sebagai kejadian yang sama-sama dialami oleh semua negara. Dengan adanya krisis iklim semoga semua negara di dunia bisa saling bekerja sama sehingga kita semua bisa merasa senasib dan sepenanggungan dan kedamaian dunia dapat tercapai.

Balik ke nasionalisme. Jadi bagaimana kita harus menempatkan Nasionalisme dalam hubungannya dengan negara-negara lain di dunia? Jika bisa saya umpamakan, Nasionalisme adalah sebuah wadah yang menampung wadah atau entitas lain yang lebih kecil di dalamnya. Paham kesukuan, etnis, agama, dan bahkan entitas yang paling kecil yaitu individu. Dalam hal ini nasionalisme adalah wadah yang lebih besar dari semua tadi, tetapi nasionalisme bukanlah wadah terakhir yang paling besar. Kita harus bisa menciptakan sebuah ”wadah” lain yang lebih besar lagi, jauh lebih besar dari nasionalisme. Entah apa sebutannya. Yang jelas kita harus sadar bahwa kita adalah sama-sama sebagai manusia, penduduk bumi yang sama.

Nasionalisme bukanlah pemahaman terakhir, tetapi ia adalah bagian dari pemahaman bahwa kita semua adalah penduduk satu bumi." Sedapat mungkin berpikirlah bukan hanya untuk satu individu, satu suku, satu negara, tetapi berpikirlah untuk manusia seluruhnya.

Pada waktu kapal RI dan kapal Malaysia bersitegang di laut batas Indonesia-Malaysia, beberapa orang menyeletuk, ”Udah perang aja, ngapain takut dengan Malaysia!”. Ya emang enak sih kalau asal ngomong, apalagi tanpa memikirkan akibatnya ke depan. Sebagai warga negara kita memang dituntut untuk membela negara yang kita cintai, tetapi bisakah kita berpikir lebih universal dan dewasa? Bisakah kita mundur beberapa langkah sehingga perspektif pandangan kita tidak sempit hanya tertuju kepada negara kita sendiri, tetapi juga negara lain dan permasalahan yang membelit antar keduanya? Perang kapanpun tak akan pernah menyelesaikan masalah. Perang hanya akan mengulur-ulur waktu sambil memakan korban jiwa tanpa sama sekali menyentuh akar penyebabnya. Permasalahan antar negara hanya bisa diselesaikan lewat perundingan, diskusi dan diplomasi dengan kepala dingin.

Pemimpin negara ideal masa depan menurut saya harus mempunyai kesadaran akan semua hal itu. Menjadi seorang kepala negara tidak hanya harus mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk memimpin suatu negara, tetapi juga harus memiliki pandangan tentang bagaimana memimpin dan mengarahkan dunia ke arah yang lebih baik. Demi sebuah perdamaian dunia. Pertanyannya, negara manakah yang mempunyai pemimpin seperti itu? Apakah negara yang disebut sebagai yang paling adikuasa saat ini memilikinya?

Baca tentang Nasionalism, Regionalism, and Multiculturalism (The Jakarta Post) oleh Jennie S. Bev di sini.

7 komentar:

Unknown mengatakan...

>”Nasionalisme bukanlah pemahaman terakhir, tetapi ia adalah bagian dari pemahaman bahwa kita semua adalah penduduk satu bumi." Sedapat mungkin berpikirlah bukan hanya untuk satu individu, satu suku, satu negara, tetapi berpikirlah untuk manusia seluruhnya.

Terima kasih untuk pernyataan yang sangat indah ini. Well said.

Anonim mengatakan...

Yes setuju, nasionalisme jelas dibutuhkan bagi sebuah bangsa tapi bukan nasionalisme yang membabi buta! Nice article.

Btw bro, gabung dong di JBRB. Ikutan milis kita minimal, kirim email kalau tertarik ke revolusibudaya@gmail.com

Salam revolusi budaya!

Unknown mengatakan...

@Jennie: Makasih buat komennya mbak.

@GBM: Thanks bro. Gw br tau klo artikel gw bagus.
Wah, JBRB ada milisnya ya. Gw ikutan milisnya dulu aja deh.

Yuniar mengatakan...

gabung ke coretanpojok.blogspot.com

perry prast mengatakan...

setuju, dan memang seharusnya seperti itu.

tapi kalau saya boleh berpendat, saya rasa konsep nasionalisme itu hampir sama dengan konsep semacam kesukuan, ras, atau yang semacamnya dimana ikatan diantara anggotanya terbatasi oleh ras tertentu, suku tertentu atau wilayah tertentu.

maka saya pikir, mungkin lebih baik kalau tidak ada pembatasan wilayah semacam nasionalisme, tapi semuanya menyatu saja gitu.

lebih lanjut untuk pendapat saya ttentang nasionalisme, kunjungi blog saya ja ya. thanks

Anonim mengatakan...

perlu menyemak:)

paigepadon mengatakan...

Gambling in Las Vegas - MapyRO
Explore and compare Las 남양주 출장샵 Vegas Casino, Las Vegas 양주 출장샵 Casino & 군산 출장안마 Hotel deals and find the best 성남 출장안마 deal for 계룡 출장마사지 the Las Vegas Strip starting at $79.99.